Tauhid adalah: Mengesakan Allah semata dalam beribadah dan tidak menyekutukan-Nya. Dan hal ini merupakan ajaran semua Rasul alaihimusshalatuwassalam.
Bahkan tauhid merupakan pokok yang dibangun diatasnya semua ajaran,
maka jika pokok ini tidak ada, amal perbuatan menjadi tidak bermanfaat
dan gugur, karena tidak sah sebuah ibadah tanpa tauhid.
MACAM-MACAM TAUHID
Macam-macam
tauhid ini hanya sekedar penamaan atau istilah untuk memudahkan
pemahaman dan pengistilahan dalam mempelajarinya, pada hakikatnya satu.
Dalam bertauhid tidak mengenal pembedaan, dengan kata lain, Tauhid
Uluhiyah dengan Tauhid Rububiyah pada hakikatnya satu, tidak berbeda,
karena Allah sebagai Zat Yang Maha Tunggal, juga Zat Yang Maha Mengayomi
manusia sekaligus Pemilik jagat raya ini. Macam-macam tauhid ini
adalah: Tauhid Rububiyah, Tauhid Asma’ dan Sifat dan Tauhid Uluhiyah.
1. Tauhid Rububiyah:
Yaitu
menyatakan bahwa tidak ada Tuhan Penguasa seluruh alam kecuali Allah
yang menciptakan mereka dan memberinya rizki. Tauhid macam ini juga
telah dinyatakan oleh orang-orang musyrik pada masa-masa pertama dahulu.
Mereka menyatakan bahwa Allah semata yang Maha Pencipta, Penguasa,
Pengatur, Yang Menghidupkan,Yang Mematikan, tidak ada sekutu bagi-Nya.
Allah ta’ala berfirman:
وَلَئِنْ
سَأَلْتَهُمْ مَنْ خَلَقَ السَّمَوَاتِ وَالأَرْضَ وَسَخَّرَ الشَّمْسَ
وَالْقَمَرَ لَيَقُوْلُنَّ اللهُ فَأَنَّى يُؤْفَكُوْنَ (العنكبوت :61)
“Dan
sesungguhnya jika kamu tanyakan kepada mereka: “Siapakah yang
menjadikan langit dan bumi dan menundukkan matahari dan bulan?” Tentu
mereka akan menjawab: “Allah” maka betapakah mereka (dapat) dipalingkan
(dari jalan yang benar)” (Al Ankabut 61)
Akan
tetapi pernyataan dan persaksian mereka tidak membuat mereka masuk
Islam dan tidak membebaskan mereka dari api neraka serta tidak
melindungi harta dan darah mereka, karena mereka tidak mewujudkan tauhid
Uluhiyah, bahkan mereka berbuat syirik kepada Allah dalam beribadah
kepada-Nya dengan memalingkannya kepada selain mereka.
2. Tauhid Asma’ dan Sifat.
Yaitu:
beriman bahwa Allah ta’ala memiliki zat yang tidak serupa dengan
berbagai zat yang ada, serta memiliki sifat yang tidak serupa dengan
berbagai sifat yang ada. Dan bahwa nama-nama-Nya merupakan petunjuk yang
jelas akan sifat-Nya yang sempurna secara mutlak sebagaimana firman
Allah ta’ala:
لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ وَهُوَ السَّمِيْعُ الْبَصِيْرُ (الشورى :110)
“Tidak ada yang meyerupainya sesuatupun, dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat” (As Syuro 110)
Begitu
juga halnya (beriman kepada Asma’ dan Sifat Allah) berarti menetapkan
apa yang Allah tetapkan untuk diri-Nya dalam Kitab-Nya atau apa yang
telah ditetapkan oleh Rasul-Nya SAW dengan penetapan yang layak sesuai
kebesaran-Nya tanpa ada penyerupaan dengan sesuatupun, tidak juga
memisalkannya dan meniadakannya, tidak merubahnya, tidak menafsirkannya
dengan penafsiran yang lain dan tidak menanyakan bagaimana hal-Nya. Kita
tidak boleh berusaha baik dengan hati kita, perkiraan kita, lisan kita
untuk bertanya-tanya tentang bagaimana sifat-sifat-Nya dan juga tidak
boleh menyamakan-Nya dengan sifat-sifat makhluk .
3. Tauhid Uluhiyah.
Tauhid
Uluhiyah adalah tauhid ibadah, yaitu mengesakan Allah dalam seluruh
amalan ibadah yang Allah perintahkan seperti berdoa, khouf (takut),
raja’ (harap), tawakkal, raghbah (berkeinginan), rahbah (takut),
Khusyu’, Khasyah (takut disertai pengagungan), taubat, minta
pertolongan, menyembelih, nazar dan ibadah yang lainnya yang
diperintahkan-Nya. Dalilnya firman Allah ta’ala:
وَأَنَّ الْمَسَاجِدَ لِلَّهِ فَلاَ تَدْعُوا مَعَ اللهِ أَحَداً (الجن : 18)
“Dan
sesungguhnya mesjid-mesjid itu adalah kepunyaan Allah. Maka janganlah
kamu menyembah seseorangpun didalamnya di samping (menyembah) Allah” (Al Jin 18)
Manusia
tidak boleh memalingkan sedikitpun ibadahnya kepada selain Allah
ta’ala, tidak kepada malaikat, kepada para Nabi dan tidak juga kepada
para wali yang sholeh dan tidak kepada siapapun makhluk yang ada. Karena
ibadah tidak sah kecuali jika untuk Allah, maka siapa yang
memalingkannya kepada selain Allah dia telah berbuat syirik yang besar
dan semua amalnya gugur.
Kesimpulannya
adalah seseorang harus berlepas diri dari penghambaan (ibadah) kepada
selain Allah, menghadapkan hati sepenuhnya hanya untuk beribadah kepada Allah.
Tidak cukup dalam tauhid sekedar pengakuan dan ucapan syahadat saja
jika tidak menghindar dari ajaran orang-orang musyrik serta apa yang
mereka lakukan seperti berdoa kepada selain Allah misalnya kepada orang
yang telah mati dan semacamnya, atau minta syafaat kepada mereka
(orang-orang mati) agar Allah menghilangkan kesusahannya dan
menyingkirkannya, dan minta pertolongan kepada mereka atau yang lainnya
yang merupakan perbuatan syirik.
Wujud
nyata Tauhid adalah: memahami-nya dan berusaha untuk mengetahui
hakikatnya serta melaksanakan kewajibannya, baik dari sisi ilmu maupun
amalan, hakikatnya adalah mengarahkan ruhani dan hati kepada Allah baik
dalam hal mencintai, takut (khouf), taubat, tawakkal, berdoa, ikhlas,
mengagunggkan-Nya, membesarkan-Nya dan beribadah kepada-Nya.
Kesimpulannya tidak ada dalam hati seorang hamba sesuatupun selain
Allah, dan tidak ada keinginan terhadap apa yang Allah tidak inginkan
dari perbuatan-perbuatan syirik, bid’ah, maksiat yang besar maupun
kecil, dan tidak ada kebencian terhadap apa yang Allah perintahkan.
Itulah hakikat tauhid dan hakikat Laa Ilaaha Illallah.
Makna Laa Ilaaha Illallah.
Maknanya
adalah, tidak ada yang disembah di langit dan di bumi kecuali Allah
semata, tidak ada sekutu bagi-Nya. Sesuatu yang disembah dengan bathil
banyak jumlahnya tapi yang disembah dengan hak hanya Allah saja. Allah
ta’ala berfirman:
ذَلِكَ
بِأَنَّ اللهَ هُوَ الْحَقُّ وَأَنَّ مَا يَدْعُوْنَ مِنْ دُوْنِهِ هُوَ
الْبَاطِلُوَأَنَّ اللهَ هُوَ الْعَلِيُّ الْكَبِيْرُ (الحج: 62)
“(Kuasa
Allah) yang demikian itu, adalah karena sesungguhnya Allah, Dialah
(Tuhan) Yang Haq dan sesungguhnya apa saja yang mereka seru selain
Allah, itulah yang batil, dan sesungguhnya Allah, Dialah Yang Maha
Tinggi lagi Maha Besar” (Al Hajj 62)
Kalimat Laa Ilaaha Illallah bukan berarti : “Tidak ada pencipta selain Allah”
sebagaimana yang disangka sebagian orang, karena sesungguhnya
orang-orang kafir Quraisy yang diutus kepada mereka Rasulullah SAW
mengakui bahwa Sang Pencipta dan Pengatur alam ini adalah Allah ta’ala,
akan tetapi mereka mengingkari penghambaan (ibadah) seluruhnya milik
Allah semata tidak ada yang menyekutukannya. Sebagaimana firman Allah
ta’ala:
أَجَعَلَ الآلِـهَةَ إِلَهاً وَاحِداً إِنَّ هَذَا لَشَيْءٌ عُجَابٌ (ص : 5)
“Mengapa ia menjadikan tuhan-tuhan itu Tuhan Yang Satu saja ? Sesungguhnya ini benar-benar satu hal yang sangat mengherankan” (Shad 5)
Dipahami
dari ayat ini bahwa semua ibadah yang ditujukan kepada selain Allah
adalah batal. Artinya bahwa ibadah semata-mata untuk Allah. Akan tetapi
mereka (kafir Quraisy) tidak menghendaki demikian, oleh karenanya
Rasulullah SAW memerangi mereka hingga bersaksi bahwa tidak ada ilah
yang disembah selain Allah serta menunaikan hak-hak-Nya yaitu
mengesa-kannya dalam beribadah kepada-Nya semata.
Dengan
pemahaman ini maka kelirulah apa yang diyakini oleh para penyembah
kuburan pada masa ini dan orang-orang semacam mereka yang menyatakan
bahwa makna Laa ilaaha illallah adalah persaksian bahwa Allah ada atau
bahwa Dia adalah Khaliq sang Pencipta yang mampu untuk meciptakan dan
yang semacamnya dan bahwa yang berkeyakinan seperti itu berarti dia
telah mewujudkan Tauhid yang sempurna meskipun dia melakukan berbagai
hal seperti beribadah kepada selain Allah dan berdoa kepada orang mati
atau beribadah kepada mereka dengan melakukan nazar atau thawaf
dikuburannya dan mengambil berkah dengan tanah kuburannya.
Orang-orang
kafir Quraisy telah mengetahui sebelumnya bahwa Laa ilaaha Illallah
mengandung konsekwensi yaitu ditinggalkannya ibadah kepada selain Allah
dan hanya mengesakan Allah dalam
ibadahnya. Seandainya mereka mengucapkan kalimat tersebut dan tetap
menyembah kepada berhala, maka sesungguhnya hal itu merupakan perbuatan
yang bertolak belakang dan mereka memang telah memulainya dari sesuatu
yang bertentangan. Sedangkan para penyembah kuburan zaman sekarang tidak
memulainya dari sesuatu yang bertentangan, mereka mengatakan Laa ilaaha
Illallah, kemudian mereka membatalkannya dengan doa terhadap orang mati
yang terdiri dari para wali, orang-orang sholeh serta beribadah di
kuburan mereka dengan berbagai macam ibadah. Celakalah bagi mereka
sebagaimana celakanya Abu Lahab dan Abu Jahal walaupun keduanya
mengetahui Laa Ilaaha Illallah.
Banyak
sekali terdapat hadits yang menerangkan bahwa makna Laa Ilaaha Illallah
adalah berlepas diri dari semua ibadah terhadap selain Allah baik
dengan meminta syafaat ataupun pertolongan, serta mengesakan Allah dalam
beribadah, itulah petunjuk dan agama yang haq yang karenanya Allah
mengutus para Rasul dan menurunkan kitab-kitab-Nya. Adapun orang yang
mengucapkan Laa Ilaaha Illahllah tanpa memahami maknanya dan mengamalkan
kandungannya, atau pengakuan seseorang bahwa dia termasuk orang
bertauhid sedangkan dia tidak mengetahui tauhid itu sendiri bahkan justu
beribadah dengan ikhlas kepada selain Allah dalam bentuk doa, takut ,
menyembelih, nazar, minta pertolongan, tawakkal serta yang lainnya dari
berbagai bentuk ibadah maka semua itu adalah hal yang bertentangan
dengan tauhid bahkan selama seseorang melakukan yang seperti itu dia
berada dalam keadaan musyrik !!
Ibnu Rajab berkata:
“Sesungguhnya
hati yang memahami Laa Ilaaha Illallah dan membenarkannya serta ikhlas
akan tertanam kuat sikap penghambaan kepada Allah semata dengan penuh
penghormatan, rasa takut, cinta, pengharapan, pengagungan dan tawakkal
yang semua itu memenuhi ruang hatinya dan disingkirkannya penghambaan
terhadap selain-Nya dari para makhluk. Jika semua itu terwujud maka
tidak akan ada lagi rasa cinta, keinginan dan permintaan selain apa yang
dikehendaki Allah serta apa yang dicintai-Nya dan dituntut-Nya.
Demikian juga akan tersingkir dari hati semua keinginan nafsu syahwat
dan bisikan-bisikan syaitan, maka siapa yang mencintai sesuatu atau
menta’atinya atau mecintai dan membenci karenanya maka dia itu adalah
tuhannya, dan siapa yang mencintai dan membenci semata-mata karena
Allah, ta’at dan memusuhi karena Allah, maka Allah baginya adalah tuhan
yang sebenarnya. Siapa yang mencintai karena hawa nafsunya dan membenci
juga karenanya, atau ta’at dan memusuhi karena hawa nafsunya, maka hawa
nafsu baginya adalah tuhannya, sebagaimana firman Allah ta’ala:
أَرَأَيْتَ مَنِ اتَّخَذَ إِلَهَهُ هَوَاهُ (الفرقان : 43)
“Tidakkah engkau melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhan ?” (Al Furqon 43)
Keutamaan Laa Ilaaha Illallah
Dalam
kalimat Ikhlas (Laa Ilaaha Illallah) terkumpul keutamaan yang banyak,
dan faedah yang bermacam-macam. Akan tetapi keutamaan tersebut tidak
akan bermanfaat bagi yang mengucapkannya jika sekedar diucapkan saja.
Dia baru memberikan manfaat
bagi orang yang mengucapkannya dengan keimanan dan melakukan
kandungan-kandungannya. Diantara keutamaan yang paling utama adalah
bahwa orang yang mengucapkannya dengan ikhlas semata-mata karena mencari
ridho-Nya maka Allah ta’ala haramkan baginya api neraka. Sebagaimana
sabda Rasulullah ABC:
إِنَّ اللهَ حَرَّمَ عَلَى النَّارِ مَنْ قَالَ : لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ يَبْتَغِي بِذَلِكَ وَجْهَ اللهِ (متفق عليه)
“Sesungguhnya
Allah mengharamkan neraka bagi siapa yang mengatakan: Laa Ilaaha
Illallah semata-mata karena mencari ridho Allah” (Muttafaq Alaih).
Dan
banyak lagi hadits-hadits lainnya yang menyatakan bahwa Allah
mengharamkan orang-orang yang mengucapkan Laa Ilaaha Illallah dari api
neraka. Akan tetapi hadits-hadits tersebut mensyaratkan dengan berbagai
syarat yang berat.
Banyak
yang mengucapkannya namun dikhawatirkan terkena fitnah disaat
kematiannya sehingga dia terhalang dari kalimat tersebut karena
dosa-dosanya yang selama ini selalu dilakukannya dan dianggapnya remeh.
Banyak juga yang mengucapkannya dengan dasar ikut-ikutan atau adat
semata sementara keimanan tidak meresap kedalam hatinya. Orang-orang
semacam merekalah yang banyak mendapatkan fitnah saat kematiannya dan
saat di kubur sebagaimana terdapat dalam sebuah hadits “Saya mendengarkan manusia mengatakannya, maka saya mengatakannya” (Riwayat Ahmad dan Abu Daud).
Dengan
demikian maka tidak ada yang bertentangan dengan hadits-hadits yang
ada, karena jika seseorang mengucapkannya (Laa Ilaaha Illallah) dengan
ikhlas dan penuh keyakinan maka dia tidak mungkin berbuat dosa terus
menerus, karena kesempurnaan keikhlasan dan keyakinan menuntutnya untuk
menjadikan Allah sebagai sesuatu yang lebih dicintainya dari segala
sesuatu, maka tidak ada lagi dalam hatinya keinginan terhadap apa yang
diharamkan Allah ta’ala dan membenci apa yang Allah perintahkan. Hal
seperti itulah yang membuatnya diharamkan dari api neraka meskipun dia
melakukan dosa sebelumnya, karena keimanan, taubat, keikhlasan,
kecintaan dan keyakinannya membuat dosa yang ada padanya terhapus
bagaikan malam yang menghapus siang.
www.majelisainulyaqin.blogspot.com